Selasa, 10 Januari 2012

Manajemen Berbasis Sekolah


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan Program Studi S1 Transfer PGSD Guru Kelas Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 
 Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan dn jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun, sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah berikutnya.
Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.



    Surakarta,     



                    Penyusun








BAB II
PENDAHULUAN

Dengan diberlakukannya otonomi daerah sebagai perwujudan Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka sebagian besar kewenangan Pemerintah Pusat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah. Dengan otonomi dan desentralisasi, diharapkan masing-masing daerah termasuk masyarakatnya akan lebih terpacu untuk mengembangkan daerah masing-masing agar dapat bersaing. Konsekuensi dari otonomi dan desentralisasi juga terjadi di bidang pendidikan. Muara tujuan dari otonomi di bidang pendidikan adalah peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Ada sejumlah hal yang mendasari perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Pertama, sistem penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik menyebabkan tingginya ketergan-tungan kepada keputusan birokrasi. Padahal, kebijakan pusat itu kerap terlalu umum dan kurang sesuai dengan situasi dan sekolah. Akibatnya, sekolah pun menjadi kehilangan kemandirian, inisiatif, dan kreativitas yang pada akhirnya berdampak pada kurangnya motivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dan tata layanan pendidikan di sekolah. Kedua, kebijakan penyelenggaraan pendidikan terlalu berorientasi pada keluaran pendidikan (output) dan masukan (input), sehingga kurang memperhatikan proses pendidikan itu sendiri. Ketiga, peran serta masyarakat terutama orang tua peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan masih kurang.
Berdasarkan kelemahan-kelamahan tersebut di atas, perlu dilakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik menuju desentralistik melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Konsep MBS merupakan salah satu kebijakan nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, dan termuat secara jelas dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.




BAB II
PEMBAHASAN

1.   Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
MBS memiliki banyak pengertian, bergantung dari sudut pandang orang yang mengartikannya. Nurkholis (2003:1), misalnya, menjelaskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah terdiri dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah.
Pertama, istilah manajemen memiliki banyak arti. Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai proses mengelola sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan. Ditinjau dari aspek pendidikan, manajemen pendidikan diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah maupun tujuan jangka panjang. Kedua, kata berbasis mempunyai kata dasar basis atau dasar. Ketiga, kata sekolah merujuk pada lembaga tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Bertolak dari arti ketiga istilah itu, maka istilah Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya yang berdasar pada sekolah itu sendiri dalam proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Seperti halnya Nurkholis, Slamet PH (2001) mendefinisikan MBS dengan bertolak dari kata manajemen, berbasis, dan sekolah. Menurut Slamet, manajemen berarti koordinasi dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Berbasis artinya “berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Sedangkan sekolah merupakan organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan “bekal kemampuan dasar” kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesiona-listik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia).
Atas dasar itu pula, Slamet menyimpulkan bahwa MBS adalah pengkoordi-nasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otonom (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Kelompok kepentingan tersebut meliputi: kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, siswa, konselor, tenaga administratif, orangtua siswa, tokoh masyarakat, para profesional, wakil pemerintahan, wakil organisasi pendidikan.
Dalam bentuk manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), MBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2002:5).

2.      Alasan Perlunya MBS
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, terdapat empat motif penerapan MPMBS. Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa. Ketiga, keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah dan kontrol dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, sehingga penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif. Keempat, akuntabilitas sekolah tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat, mendorong sekolah untuk berupaya semaksimal mungkin melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang direncanakan, dengan melakukan upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah.

3.      Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Terdapat empat tujuan MBS tersebut, yaitu: Pertama, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kedua, partisipatif, yakni meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan bersama;
Ketiga, akuntabilitas, yaitu meningkatkan pertanggungjawaban sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas semua yang dikerjakan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang pendidikan yang akan dicapai..

3 . Karakteristik MBS
Keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan MBS seharusnya mengacu kepada prinsip dan karakteristik MBS. Beberapa prinsip MBS yang dapat digunakan sebagai acuan bagi sekolah dalam menerapkan MBS, yaitu otonomi sekolah, fleksibilitas, partisipasi dan akuntabilitas untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Menurut Wohlstetter dan Mohrman, dkk. (1997), terdapat empat kewenangan (otonomi) dan tiga prasyarat yang bersifat organisasional yang seharusnya dimiliki sekolah dalam mengimplementasikan MBS. Hal itu berkaitan dengan: (1) kekuasaan (power) untuk mengambil keputusan, (2) pengetahuan dan keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan yang baik dan pengelolaan secara profesional, (3) informasi yang diperlukan oleh sekolah untuk mengambil keputusan, (4) penghargaan atas prestasi (reward), (5) panduan instruksional (pembelajaran), seperti rumusan visi dan misi sekolah yang menfokuskan pada peningkatan mutu pembelajaran, (6) kepemimpinan yang mengupayakan kekompakan (kohesif) dan fokus pada upaya perbaikan atau perubahan, serta (7) sumber daya yang mendukung.
. Di samping itu, penerapan MBS di sekolah juga hendaknya memperhatikan karakteristik dari MBS, baik dilihat dari aspek input, proses dan output. Pemahaman terhadap prinsip MBS dan karaketeristik MBS akan membawa sekolah kepada penerapan MBS yang lebih baik. Pada akhirnya mutu pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dan dipertanggungjawabkan, karena pelaksanaannya dilakukan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel.
  1. Output yang diharapkan berupa kademik dan non akademik
  2. Proses
·         Keefektifan pembelajaran
·         Kepemimpinan sekolah
·         Lingkungan sekolah
·         Pengeloalan tenaga kerja
·         Budaya mutu sekolah
·         Kebersamaan sekolah
·         Kewenangan sekolah
·         Partisipasi masyarakat
·         Keterbukaan manajemen
·         Kemauan memperbaiki diri
·         Evaluasi berkelanjutan
·         Responsive yang tinggi
·         Komunikasi
·         Akuntabilitas
c.       Input Siswa
·         Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
·         Sumber daya tersedia dan siap
·         Staf yang kompeten dan berdedikasi
·         Memiliki harapan prestasi yang tinggi
·         Pengelolaan ketenagaan
·         Pengelolaan fasilitas
·         Pengelolaan keuangan
·         Pelayanan siswa
·         Hubungan sekolah- masyarakat
·         Pengelolaan iklim sekolah














BAB III
KESIMPULAN

Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan MBS
Organisasi Sekolah
Proses Belajar mengajar
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya dan Administrasi

Menyediakan manajemen/ organisasi/ kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah.


Meningkatkan kualitas belajar siswa


Memberdayakan staf dan menempatkan personil yang dapat melayani keperluan siswa


Mengidentifi-kasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tsb. sesuai dng kebutuhan


Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri


Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat


Memilih staf yang memiliki wawasan MBS


Mengelola sekolah secara efektif dan efisien.


Mengelola kegiatan operasional sekolah


Menyelenggarakan pembelajaran yang efektif


Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi bagi semua staf


Menyediakan dukungan administratif


Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara


Menyediakan program pengembangan yang diperlukan


Menjamin kesejahteraan staf dan siswa


Mengelola dan memelihara gedung dan sarana


Tidak ada komentar:

Posting Komentar